Laman

Selasa, 19 Oktober 2010

kepribadian

I. PENDAHULUAN
Kepribadian mencakup karakteristik perilaku seseorang.Setiap orang memiliki kepribadian yang unik dan berbeda.
Kepribadian merupakan kecendrungan psikologis ataw kejiwaan seseorang yang diperlihatkan melalui perilaku. Kepribadian mencakup kebiasaan – kebiasaan, sikap dan sifat – sifat yang khas yang dimiliki seseorang yang berkembang apabila berhubungan dengan orang lain dan terwujud sebagai hasil proses sosial. (Drs. Rusman Efendi, Dra. Ratna Mulya, sosiologi untuk SMA Kelas X ) Bandung : PT Remaja Rosdakarya, 2004,,hlm.216















II. PEMBAHASAN

Memahami Kepribadian
A. Definisi Kepribadian
Konsep kepribadian adalah konsep yang luas sehingga tidak mungkin dapat mencakup seluruhnya.
Beberapa definisi kepribadian menurut para ahli antara lain sebagai berikut.
M.A.W.Brower
Kepribadian adalah corak tingkah laku social yang meliputi corak kekuatan,dorongan,keinginan,opini dan sikap-sikap seseorang.
Theodore R.Newcombe
kepribadian adalah organisasi sikap-sikap (predipositions)yang dimiliki seseorang sebagai latar belakang terhadap perilaku.
Yinger
Kepribadian adalah keseluruhan perilaku dari seorang individu dengan sistem kecenderungan tertentu yang berinteraksi dengan serangkaian situasi.

Cuber
Kepribadian adalah gabungan keseluruhan dari sifat-sifat yang tampak dan dapat di lihat oleh seseorang.

B. Unsur-Unsur Kepribadian
a. Pengetahuan
Pengetahuan sebagai salah satu unsur kepribadian memiliki aspek-aspek sebagai berikut: penggambaran, apersepsi, pengamatan, konsep, dan fantasi yang berada di alam sadar manusia. Walaupun demikian, diakui bahwa banyak pengetahuan atau bagian dari seluruh himpunan pengetahuan yang ditimbun oleh seorang individu selama hidupnya itu, seringkali hilang dari alam akalnya yang sadar, atau dalam “kesadarannya,” karena berbagai macam sebab.Walaupun demikian perlu diperhatikan bahwa unsur-unsur pengetahuan tadi sebenarnya tidak hilang lenyap begitu saja, melainkan hanya terdesak masuk saja ke dalam bagian dari jiwa manusia yang dalam ilmu psikologi disebut alam “bawah-sadar” (sub-conscious).
Pengetahuan individu di alam bawah sadar larut dan terpecahpecah menjadi bagian -bagian yang seringkali tercampur satu sama lain dengan tidak teratur. Proses itu terjadi karena tidak ada lagi akal sadar dari individu bersangkutan yang menyusun dan menatanya dengan rapi walaupun terdesak ke alam bawah sadar, namun kadang-kadang bagian-bagian pengetahuan tadi mungkin muncul lagi di alam kesadaran dari jiwa individu tersebut.
Unsur-unsur yang mengisi akal dan alam jiwa seorang manusia yang sadar, secara nyata terkandung dalam otaknya. Ada bermacam-macam hal yang dialami melalui penerimaan pancainderanya serta alat penerima atau reseptor organismanya yang lain, sebagai getaran eter (cahaya dan warna), getaran akustik (suara), bau, rasa, sentuhan, tekanan mekanikal (berat-ringan), tekanan termikal (panas-dingin) dan sebagainya, yang masuk ke dalam sel-sel tertentu di bagian-bagiantertentu dari otaknya.
Di sana berbagai macam proses fisik, fisiologi, dan psikologi terjadi, yang menyebabkan berbagai macam getaran dan tekanan tadi diolah menjadi suatu susunan yang dipancarkan atau diproyeksikan oleh individu tersebut menjadi suatu penggambaran tentang lingkungan tadi.
Seluruh proses akal manusia yang sadar (conscious) tadi, dalam ilmu psikologi disebut “persepsi.” Penggambaran tentang lingkungan tersebut di atas berbeda dengan misalnya sebuah gambar foto yang secara lengkap memuat semua unsur dari lingkungan yang terkena cahaya sehingga ditangkap oleh film melalui lensa kamera.Penggambaran oleh akal manusia hanya mengandung bagian-bagian khusus yang mendapat perhatian dari akal si individu, sehingga merupakan, suatu penggambaran yang terfokus pada bagian-bagian khusus tadi. Apabila individu tadi menutup matanya, maka akan terbayang dalam kesadarannya penggambaran yang berfokus dari alam lingkungan yang baru saja dilihatnya.
Bilamana penggambaran tentang lingkungan dengan fokus kepada bagian-bagian yang paling menarik perhatian seorang individu, diolah dalam akalnya dengan menghubungkan penggambaran tadi dengan berbagai penggambaran lain sejenis yang pemah diterima dan diproyeksikan oleh akalnya dalam masa yang lalu, yang timbul kembali sebagai kenangan atau penggambaran lama dalam kesadarannya. Penggambaran baru dengan pengertian baru seperti itu, dalam ilmu psikologi disebut apersepsi.Ada kalanya suatu persepsi, setelah diproyeksikan kembali oleh individu, menjadi suatu penggambaran berfokus tentang lingkungan yang mengandung bagian-bagian yang menyebabkan individu tertarik dan lebih intensif memusatkan akalnya terhadap bagian-bagian khusus tadi.Penggambaran yang lebih intensif terfokus, yang terjadi karena pemusatan akal yang lebih intensif tadi, dalam ilmu psikologi disebut “pengamatan.”
Konsep adalah penggambaran abstrak tentang bagian-bagian dari berbagai penggambaran lain yang sejenis, berdasarkan azas-azas tertentu secara konsisten. Dengan proses akal itu individu mempunyai suatu kemampuan untuk membentuk suatu penggambaran baru yang abstrak
yang sebenarnya dalam kenyataan tidak serupa dengan salah satu dari berbagai macam penggambaran yang menjadi bahan konkret dari penggambaran baru itu.
Fantasi adalah penggambaran tentang lingkungan individu yang ditambah-tambah dan dibesar-besarkan, dan ada yang dikurangi serta dikecil-kecilkan pada bagian-bagian tertentu; ada pula yang digabunggabungkan dengan penggambaran-penggambaran lain, menjadi penggambaran yang baru sama sekali, yang sebenarnya tidak akan pernah ada dalam kenyataan. Contoh menggambarkan ayam bertanduk, atau anjing yang bisa berbicara dan sebagainya.

Kemampuan akal manusia untuk membentuk konsep, serta kemampuannya untuk berfantasi, sudah tentu sangat penting bagi makhluk manusia. Ini disebabkan karena tanpa kemampuan akal untuk membentuk konsep dan penggambaran fantasi, teru-tama konsep dan fantasi yang mempunyai nilai guna dan keindahan, artinya kemampuan akal yang kreatif, maka manusia tidak akan dapat mengembangkan citacita serta gagasan-gagasan ideal; manusia tidak akan dapat mengembangkan ilmu pengetahuan, dan manusia tidak akan dapat mengkreasikan karya-karya keseniannya.
b. Perasaan
Perasaan adalah suatu keadaan dalam kesadaran manusia yang karena pengaruh pengetahuannya dinilainya sebagai keadaan positif atau negatif.Suatu perasaan yang selalu bersifat subyektif karena adanya unsur penilaian, yang biasanya menimbulkan suatu kehendak dalam kesadaran seorang individu. Kehendak itu bisa juga positif, artinya individu tersebut ingin mendapatkan hal yang dirasakannya sebagai suatu hal yang akan memberikan kenikmatan kepadanya, atau bisa juga negatif, artinya ia hendak menghindari hal yang dirasakannya sebagai hal yang akan membawa perasaan tidak nikmat kepadanya. Alam kesadaran manusia juga mengandung berbagai macam perasaan. Kalau orang pada suatu hari yang luar biasa panasnya melihat papan gambar reklame minuman es kelapa muda berwarna merah muda yang tampak segar dan nikmat, maka persepsi itu menyebabkan seolaholah terbayang di mukanya suatu penggambaran segelas es kelapa muda yang dingin, manis, dan menyegarkan pada waktu hari sedang panas-panasnya, yang seakan-akan demikian realistiknya sehingga keluarlah air liurnya. Apersepsi seorang individu yang menggambarkan diri sendiri sedang menikmati segelas es kelapa muda tadi menimbulkan dalam kesadarannya suatu “perasaan” yang positif, yaitu perasaan nikmat, dan perasaan nikmat itu sampai nyata mengeluarkan air liur. Sebaliknya, kita dapat juga menggambarkan adanya seorang individu yang melihat sesuatu hal yang buruk atau mendengar suara yang tidak menyenangkan, mencium bau busuk dan sebagainya. Dugaan-dugaan atau persepsi seperti itu dapat menimbulkan kesadaran akan perasaan yang negatif, karena dalam kesadaran terkenang lagi misalnya bagaimana kita menjadi muak karena sepotong ikan yang sudah busuk yang kita alami di masa yang lampau. Apersepsi tersebut mungkin dapat menyebabkan kita menjadi benar-benar merasa muak apabila kita mencium lagi bau ikan busuk.
Suatu perasaan bisa berwujud menjadi kehendak, suatu kehendak juga dapat menjadi sangat keras, dan hal itu sering terjadi apabila hal yang dikehendaki itu tidak mudah diperoleh, atau sebaliknya.Suatu kehendak yang kuat/keras disebut dengan keinginan.Suatu keinginan juga bisa menjadi sangat besar, dan bila hal ini terjadi maka disebut dengan emosi.


c. Dorongan Naluri
Kesadaran manusia menurut para ahli psikologi juga mengandung berbagai perasaan lain yang tidak ditimbulkan karena pengaruh pengetahuannya, melainkan karena sudah terkandung dalam organismanya, dan khususnya dalam gen-nya (dirinya) sebagai naluri. Kemauan yang sudah merupakan naluri pada tiap makhluk manusia tersebut, disebut dorongan (drive).
Naluri yang terkandung dalam diri manusia sangat beragam (Koentjaraningrat, 1986), beberapa ahli memiliki perbedaan, namun mereka sepakat bahwa ada paling sedikit tujuh macam dorongan naluri, yaitu:
1. Dorongan untuk mempertahankan hidup. Dorongan ini memang merupakan suatu kekuatan biologi yang juga ada pada semua makhluk di dunia ini dan yang menyebabkan bahwa semua jenis makhluk mampu mempertahankan hidupnya di muka bumi ini.
2. Dorongan sex. Dorongan ini malahan telah menarik perhatian banyak ahli psikologi, dan berbagai teori telah dikembangkan sekitar soal ini. Suatu hal yang jelas adalah bahwa dorongan ini timbul pada tiap individu yang normal tanpa terkena pengaruh pengetahuan, dan memang dorongan ini mempunyai landasan biologi yang mendorong makhluk manusia untuk membentuk keturunan yang melanjutkan jenisnya (regenerasi).
3. Dorongan untuk usaha mencari makan. Dorongan ini tidak perlu dipelajari, dan sejak bayi pun manusia sudah menunjukkan dorongan untuk mencari makan, yaitu dengan mencari susu ibunya atau botol susunya, tanpa dipengaruhi oleh pengetahuan tentang adanya hal-hal itu tadi.
4. Dorongan untuk bergaul atau berinteraksi dengan sesama manusia. Dorongan ini memang merupakan landasan biologi dari kehidupan masyarakat manusia sebagai makhluk kolektif.
5. Dorongan untuk meniru tingkah-laku sesamanya. Dorongan ini merupakan sumber dari adanya beraneka warna kebudayaan di antara manusia, karena adanya dorongan ini manusia mengembangkan adat yang memaksanya berbuat konform dengan manusia sekitarnya.
6. Dorongan untuk berbakti. Dorongan ini mungkin ada dalam naluri manusia, karena manusia merupakan makhluk, yang hidup kolektif, sehingga untuk dapat hidup bersama dengan manusia lain secara serasi ia perlu mempunyai suatu landasan biologi untuk mengem bangkan rasa altruistik, rasa simpati, rasa cinta dan sebagainya, yang memungkinkannya hidup bersama itu. Kalau dorongan untuk berbagai hal itu diekstensikan dari sesama manusianya kepada kekuatan-kekuatan yang oleh perasaanya dianggap berada di luar akalnya, maka akan timbul religi.
7. Dorongan akan keindahan, dalam arti keindahan bentuk, warna, suara, atau gerak. Pada seorang bayi dorongan ini sudah sering tampak pada gejala tertariknya seorang bayi kepada bentuk-bentuk tertentu dari benda-benda di sekitamya, kepada warna-warna cerah, kepada suara nyaring dan berirama, dan kepada gerak-gerak yang selaras. Beberapa ahli berkata bahwa dorongan naluri ini merupakan landasan dari suatu unsur penting dalam kebudayaan manusia, yaitu kesenian.
C. Aneka Warna Kepribadian

Aneka warna stuktur kepribadian pada tiap individu yang satu dengan yang lain adalah berbeda. Ini disebabkan adanya aneka warna materi yang mengisi pengetahuan, perasaan, kehendak serta keinginan dan perbedaan kualitas hubungan antara berbagai unsur kepribadian dalam kesadaran tiap individu.

Dalam melakukan penelitian kepribadian umum suatu suku bangsa masyarakat dapat menggunakan dua metode, yaitu :

a) Dengan metode pengumpulan data mengenai kepribadian bangsa itu, yaitu dengan mengumpulkan suatu sampel dari individu-individu warga masyarakat yang menjadi objek penelitian. Kemudian tiap-tiap individu dalam sampel itu diteliti kepribadiannya dengan test-test psikologi. Sehingga didapat hasil test ciri-ciri watak sampel tersebut yang secara statistik telah mewakili warga masyarakat itu.

b) Metode penelitian kepribadian umum dengan cara mempelajari adat-istiadat pengasuhan anak yang khas dalam yang ada dalam suatu masyarakat. Karena ciri-ciri dan unsur watak seorang individu dewasa sebenarnya sudah ada tertanam di dalam jiwa seorang individu sejak sangat awal (anak-anak). Hal ini dipengaruhi oleh pengalamannya ketika sebagai anak-anak, ia diasuh oleh orang-orang dalam lingkungannya yaitu seperti pengajaran etika makan, kebersihan, disiplin, bermain dan bergaul, dan sebagainya.

c). Kepribadian Barat dan Kepribadian Timur
Konsep kepribadian barat dan timur merupakan dua konsep kontras yang dahulu mulanya digunakan oleh para sarjana kebudayaan, penyair Eropa, dll.

Namun konsep tersebut sering bersifat kabur, misalnya mengenai sifat keramah-tamahan dalam kebudayaan timur.Pada umumnya memang menyaratkan sifat ramah tamah, tetapi hanya keramahan lahiriah.Terutama dalam adat sopan santun Jawa, orang tetap harus bersikap ramah walaupun dalam batinnya mungkin membenci seseorang itu. Sebaliknya dalam kebudayaan barat yang dikatakan tidak sama sekali mengenal unsur keramahan. Padahal apabila orang Amerika misalnya bersikap ramah, maka ia sungguh-sungguh ramah secara spontan dan tidak hanya ramah lahiriah saja.

Dalam menanggapi kekolektivisme-individualisme Timur-Barat, seorang sarjana Amerika keturunan Cina yaitu Francis L. K. Hsu dalam bukunya yang berjudul Psychological Homeostasis and Jen yang mengkombinasikan dalam dirinya suatu keahlian dalam ilmu antropologi, ilmu psikologi, ilmu filsafat serta kesusteraan Cina klasik untuk dikaitkan dengan konsep tentang kepribadian Timur-Barat. Hsu menyatakan suatu konsepsi bahwa alam jiwa manusia sebagai mahluk sosial budaya itu mengandung delapan daerah yang berwujud seolah-olah seperti lingkaran konsentrikal sekitar diri pribadinya yang disebut sebagai gambar psiko-sosiogram manusia.










D.Kesehatan Mental
a.Pengertian Secara Etimologis dan Terminologis
Secara etimologis, kata “mental” berasal dari kata latin, yaitu “mens” atau “mentis” artinya roh, sukma, jiwa, atau nyawa. Di dalam bahasa Yunani, kesehatan terkandung dalam kata hygiene, yang berarti ilmu kesehatan.Maka kesehatan mental merupakan bagian dari hygiene mental (ilmu kesehatan mental) (Yusak Burhanuddin, 1999: 9).
Menurut Kartini Kartono dan Jenny Andary dalam Yusak (1999: 9-10), ilmu kesehatan mental adalah ilmu yang mempelajari masalah kesehatan mental/jiwa, yang bertujuan mencegah timbulnya gangguan/penyakit mental dan gangguan emosi, dan berusaha mengurangi atau menyembuhkan penyakit mental, serta memajukan kesehatan jiwa rakyat.
Sebagaimana seorang dokter harus mengetahui faktor-faktor penyebab dan gejala-gejala penyakit yang diderita pasiennya.Sehingga memudahkan dokter untuk mendeteksi penyakit dan menentukan obat yang tepat.Definisi mereka berdua menunjukan bahwa kondisi mental yang sakit pada masyarakat dapat disembuhkan apabila mengetahui terlebih dulu hal-hal yang mempengaruhi kesehatan mental tersebut melalui pendekatan hygiene mental.
Dalam perjalanan sejarahnya, pengertian kesehatan mental mengalami perkembangan sebagai berikut :
b.Kesehatan mental adalah terhindarnya seseorang dari gangguan dan penyakit jiwa (neurosis dan psikosis).
Pengertian ini terelihat sempit, karena yang dimaksud dengan orang yang sehat mentalnya adalah mereka yang tidak terganggu dan berpenyakit jiwanya. Namun demikian, pengertian ini banyak mendapat sambutan dari kalangan psikiatri (Sururin,2004: 142)

Kembali pada istilah neorosis, pada awalnya kata tersebut berarti ketidakberesan dalam susunan syaraf.Namun, setelah para ahli penyakit dan ahli psikologi menyadari bahwa ketidakberesan tingkah laku tersebut tidak hanya disebabkan oleh ketidakberesan susunan syaraf, tetapi juga dipengaruhi oleh sikap seseorang terhadap dirinya sendiri dan terhadap orang lain, maka aspek mental (psikologi) dimasukkan pula dalam istilah tersebut.
c.Kemampuan untuk menyesuaikan diri dengan dirinya sendiri, dengan orang lain dan masyarakat serta lingkungan di mana ia hidup. Pengertian ini lebih luas dan umum, karena telah dihubungkan dengan kehidupan sosial secara menyeluruh. Dengan kemampuan penyesuaian diri, diharapkan akan menimbulkan ketentraman dan kebahagiaan hidup.
d.Terwujudnya keharmonisan yang sungguh-sungguh antara fungsi-fungsi jiwa serta mempunyai kesanggupan untuk mengatasi problem yang biasa terjadi, serta terhindar dari kegelisahan dan pertentangan batin (konflik).
e.Pengetahuan dan perbuatan yang bertujuan untuk mengembangkan dan meningkatkan potensi, bakat dan pembawaan semaksimal mungkin, sehingga membawa kebahagiaan diri dan orang lain, terhindar dari gangguan dan penyakit jiwa.
Dari pengertian di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa orang yang sehat mentalnya adalah orang yang terhindar dari gangguan dan penyakit jiwa, maupun menyesuaikan diri, sanggup menghadapi masalah-masalah dan kegoncangan-kegoncangan yang bias, adanya keserasian fungsi jiwa, dan merasa bahwa dirinya berharga, berguna, dan berbahagia serta dapat menggunakan potensi-potensi yang ada semaksimal mungkin (Sururin,2004: 144).
Kesehatan mental (mental hygiens) adalah ilmu yang meliputi sistem tentang prinsip-prinsip, peraturan-peraturan serta prosedur-prosedur untuk mempertinggi kesehatan ruhani (M. Buchori dalam Jalaluddin,2004: 154) Menurut H.C. Witherington, kesehatan mental meliputi pengetahuan serta prinsip-prinsip yang terdapat lapangan Psikologi, kedokteran, Psikiatri, Biologi, Sosiologi, dan Agama (M. Buchori dalam Jalaluddin,2004: 154)
Kesehatan Mental merupakan kondisi kejiwaan manusia yang harmonis.Seseorang yang memiliki jiwa yang sehat apabila perasaan, pikiran, maupun fisiknya juga sehat. Jiwa (mental) yang sehat keselarasan kondisi fisik dan psikis seseorang akan terjaga. Ia tidak akan mengalami kegoncangan, kekacauan jiwa (stres), frustasi, atau penyakit-penyakit kejiwaan lainnya. Dengan kata lain orang yang memiliki kesehatan mental juga memiliki kecerdasan baik secara intelektual, emosional, maupun spiritualnya.
b.Pengertian Jiwa (mental) Sebagai Objek Kajian Kesehatan Mental
Di dalam Ensiklopedia Indonesia, Hassan Shadily dkk.(1992: 2787) menulis bahwa kata “Jiwa” berasal dari kata “Psyche” yang berarti jiwa, pikiran, hidup.Dalam agama, jiwa merupakan sebagian dari kerohanian manusia, dalam arti kesanggupan merasakan sesuatu. Suatu makhluk baru dikatakan berjiwa, jika sanggup mengalami, merasa, berkemauan, dan sebagainya (Hassan Shadily dkk.,1991: 1597). Jiwa adalah energimental yang memiliki kekuatan untuk dapat memotivasi terjadinya proses perilaku yang menjadi bentukan aktivitas yang dilakukan sehari-hari. (http://id.wikipedia.org/wiki/Jiwa)
Demikianlah pengertian jiwa (mental) secara umum. Di dalam memahami jiwa ini, penulis teringat dengan unsur-unsur pada struktur jiwa manusia menurut Sigmund Freud, yakni id, ego,dansuper ego (Abdul Mujib,1999: 99). Dan yang menarik adalah unsur ego dan super ego.Dikatakan demikian karena keduanya dapat dihubungkan dengan jiwa (mental).Ego dikenal sebagai eksekutif kepribadian (pengontrol tindakan) yang bersifat rasional-logis.Sedangkan Super ego berperan dalam penentuan nilai moral suatu tindakan.

Lantas, dimanakah letak hubungannya dengan jiwa?, penulis memahami bahwa jiwa (mental) cukup rawan mengalami kegoncangan atau ketidakstabilan. Maka dari itu, jiwa (mental) sangat memerlukan pondasi atau pegangan yang mampu mengokohkannya bahkan menjadikannya sebagai jiwa yang sehat.Ego dan super ego sangat berpotensi untuk menjadi penopang dan pendorong jiwa (mental) ke arah demikian.
Di dalam mengkaji dan memahami Ilmu Kesehatan Mental, jiwa (mental) yang dijadikan objek kajian ilmu ini tidaklah cukup diartikan sebagai kondisi kejiwaan manusia yang dikaji dari kesehatan pada jaringan syaraf otak atau secara fisik saja. Sehingga jika salah satu simpul saraf otak rusak seseorang akan menderita kelainan jiwa (gila). Sedangkan tidak semua tingkatan gangguan kejiwaan manusia berakibat gila. Sementara pengertian sakit jiwa adalah kondisi kejiwaan seseorang yang tidak mampu mengaktualkan tiga potensi dalam dirinya yaitu adaptasi, regulasi dan interaksi.(http://www.waspada.co.id)
Maka dari itu, jiwa (mental) dalam hal ini adalah pusat kepribadian manusia yang memiliki kepekaan dalam berinteraksi dengan dirinya sendiri maupun dengan lingkungan di luar dirinya untuk menentukan sikap yang baik dan benar.Ary Ginanjar Agustian (2002: 65), menggambarkan kondisi mental yang ideal didasari dari “penjernihan emosi” sehingga memunculkan kecerdasan emosi dan spiritual (Emotional Spiritual Quotient).
Hal tersebut menunjukkan begitu penting penatatan potensi emosi spiritual pada masing-masing individu yang berpusat pada sumber spiritual manusia, yaitu Tuhan. Dengan demikian seseorang akan terbimbing dengan kesadaran pribadi mengenali energi jiwanya guna meraih ketenangan atau keharmonisan diri.
Melalui pengkajian jiwa (mental) dirinya sendiri, manusia mampu membimbing dirinya untuk mencintai diri sendiri.Secara fitrah manusia tidak mau dirinya bobrok dan kacau.Apalagi dirinya disakiti dan merasa ditindas.Semua orang yang bermental sehat hidup di dunia menginginkan ketenangan dan kebahagiaan diri bukan sebaliknya.

Wajar jika manusia akan membela diri ketika ada hal-hal yang dapat membahayakan dirinya.





c.Pengertian Jiwa (mental) yang Sehat
Seorang ahli bijak pernah berkata: ''Kesehatan itu mahkota, tak bisa merasakannya kecuali orang sakit."Nikmat sehat memang menjadi sangat mahal.Apalah artinya bergelimang kekayaan, rumah mewah dengan jabatan dan kekuasaan yang tinggi serta anak-anak yang tampan bila tidak disertai nikmat kesehatan. Karena itulah, semua manusia berlomba untuk mendapatkan nikmat sehat (www.republika.com)
Di dalam hadis-hadisnya, Rasulullah Saw. menjelaskan kesehatan dan kestabilan jiwa (mental) seseorang memiliki beberapa indikasi antara lain adanya rasa aman. Ini disebutkan dalam sabdanya: ''Siapa yang menyongsong pagi hari dengan perasaan aman terhadap lingkungan sekitar, kondisi tubuh yang sehat, serta adanya persediaan makanan untuk hari itu, maka seakan-akan dia telah memperoleh seluruh kenikmatan dunia.'' (HR Tirmidzi).
Pada umumnya pribadi yang normal memiliki mental yang sehat.Demikian sebaliknya, bagi yang pribadinya abnormal cenderung memiliki mental yang tidak sehat (Yusak Baharuddin, 1999: 13).Orang yang bermental sehat adalah mereka yang memiliki ketenangan batin dan kesegaran jasmani.
Untuk memahami jiwa yang sehat, dapat diketahui dari beberapa ciri seseorang yang memiliki mental yang sehat. Dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) pada tahun 1959 memberikan batasan mental yang sehat adalah sebagai berikut :
1.Dapat menyesuaikan diri secara konstuktif pada kenyataan meskipun kenyataan itu buruk banginya.
2.Memperoleh kepuasan dari hasil jerih payah usahanya.
3.Merasa lebih puas memberi dari pada menerima.

4.Secara relatif bebas dari rasa tegang dan cemas.
5.Berhubungan dengan orang lain secara tolong-menolong dan saling memuaskan.
6.Menerima kekecewaan untuk dipakainya sebagai pelajaran dikemudian hari.
7.Menjuruskan rasa permusuhan kepada penyelesaian yang kreatif dan konstruktif.
8.Mempunyai rasa kasih sayang yang besar.
Kriteria tersebut disempurnakan dengan menambahkan satu elemen spiritual (agama).Sehingga kesehatan mental ini bukan sehat dari segi fisik, psikologik, dan sosial saja, melainkan juga sehat dalam art spiritual.
Dan tidak kalah pentingnya adalah mengetahui sekaligus memahami prinsip-prinsip dari kesehatan mental itu.Yang dimaksud dengan prinsip-prinsip kesehatan mental adalah dasar yang harus ditegakkan orang dalam dirinya untuk mendapatkan kesehatan mental yang baik serta terhindar dari gangguan kejiwaan. Prinsip-prinsip tersebut adalah:
1.Gambaran dan sikap yang baik terhadap diri sendiri (self image)
Prinsip ini dapat dicapai dengan penerimaan diri, keyakinan diri dan kepercayaan pada diri sendiri. Citra diri positif akan mewarnai pola hidup, sikap, cara pikir dan corak penghayatan, serta ragam perbuatan yang positif pula.
2.Keterpaduan antara Integrasi Diri. Adanya keseimbangan antara kekuatan-kekuatan jiwa dalam diri, kesatuan pandangan (falsafah) dalam hidup dan kesanggupan mengatasi stres (Sururin,2004: 146).


3.Perwujudan Diri (aktualisasi diri)
Inilah proses pematangan diri. Menurut Reiff, orang yang sehat mentalnya adalah orang yang mampu mengaktualisasikan diri atau mampu mewujudkan potensi yang dimilikinya, serta memenuhi kebutuhan-kebutuhannya dengan cara yang baik dan memuaskan.
4.Mau menerima orang lain, mampu melakukan aktifitas sosial dan menyesuaikan diri dengan lingkungan tempat tinggal.
5.Berminat dalam tugas dan pekerjaan
Suka pada pekerjaan tertentu walaupun berat maka akan mudah dilakukan dibandingkan dengan pekerjaan yang kurang diminati.
6.Agama, cita-cita, dan falsafah hidup. Demi menggapai ketenangan dan kebahagiaan dalam kehidupan.
7.Pengawasan diri
Hal ini dapat dilakukan terhadap keinginan-keinginan dari ego yang bersifat biologis murni.Sehingga dapat dikendalikan secara sehat dan terarah.
8.Rasa benar dan tanggung jawab. Ini penting bagi tingkah laku.Dengan demikian muncul rasa percaya diri dan bertanggung jawab penuh atas segala tindakan sehingga tidak menutup kemungkinan kesuksesan diri akan diraih.












III.PENUTUP
Pengertian kepribadian
Kepribadian mencakup karakteristik perilaku seseorang.Setiap orang memiliki kepribadian yang unik dan berbeda.
Kepribadian merupakan kecendrungan psikologis ataw kejiwaan seseorang yang diperlihatkan melalui perilaku. Kepribadian mencakup kebiasaan – kebiasaan, sikap dan sifat – sifat yang khas yang dimiliki seseorang yang berkembang apabila berhubungan dengan orang lain dan terwujud sebagai hasil proses sosial.
Unsur-unsur kepribadian
a. Pengetahuan
Pengetahuan sebagai salah satu unsur kepribadian memiliki aspek-aspek sebagai berikut: penggambaran, apersepsi, pengamatan, konsep, dan fantasi yang berada di alam sadar manusia
b. Perasaan
Perasaan adalah suatu keadaan dalam kesadaran manusia yang karena pengaruh pengetahuannya dinilainya sebagai keadaan positif atau negatif.Suatu perasaan yang selalu bersifat subyektif karena adanya unsur penilaian, yang biasanya menimbulkan suatu kehendak dalam kesadaran seorang individu.
c. Dorongan Naluri
Kesadaran manusia menurut para ahli psikologi juga mengandung berbagai perasaan lain yang tidak ditimbulkan karena pengaruh pengetahuannya, melainkan karena sudah terkandung dalam organismanya, dan khususnya dalam gen-nya (dirinya) sebagai naluri.



Aneka Warna Kepribadian

Aneka warna stuktur kepribadian pada tiap individu yang satu dengan yang lain adalah berbeda. Ini disebabkan adanya aneka warna materi yang mengisi pengetahuan, perasaan, kehendak serta keinginan dan perbedaan kualitas hubungan antara berbagai unsur kepribadian dalam kesadaran tiap individu
Kesehatan Mental
a.Pengertian Secara Etimologis dan Terminologis
Secara etimologis, kata “mental” berasal dari kata latin, yaitu “mens” atau “mentis” artinya roh, sukma, jiwa, atau nyawa.Di dalam bahasa Yunani, kesehatan terkandung dalam kata hygiene, yang berarti ilmu kesehatan.Maka kesehatan mental merupakan bagian dari hygiene mental (ilmu kesehatan mental) (Yusak Burhanuddin, 1999: 9).
b.Pengertian Jiwa (mental) Sebagai Objek Kajian Kesehatan Mental
Di dalam Ensiklopedia Indonesia, Hassan Shadily dkk.(1992: 2787) menulis bahwa kata “Jiwa” berasal dari kata “Psyche” yang berarti jiwa, pikiran, hidup.Dalam agama, jiwa merupakan sebagian dari kerohanian manusia, dalam arti kesanggupan merasakan sesuatu. Suatu makhluk baru dikatakan berjiwa, jika sanggup mengalami, merasa, berkemauan, dan sebagainya (Hassan Shadily dkk.,1991: 1597).
c.Pengertian Jiwa (mental) yang Sehat
Seorang ahli bijak pernah berkata: ''Kesehatan itu mahkota, tak bisa merasakannya kecuali orang sakit."Nikmat sehat memang menjadi sangat mahal.Apalah artinya bergelimang kekayaan, rumah mewah dengan jabatan dan kekuasaan yang tinggi serta anak-anak yang tampan bila tidak disertai nikmat kesehatan.Karena itulah, semua manusia berlomba untuk mendapatkan nikmat sehat.

Daftar Pustaka
http://psychologygroups.blogspot.com/2009/03/kepribadian.html
(http://id.wikipedia.org/wiki/Jiwa)
(http://www.waspada.co.id)
(www.republika.com)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar